PSSI
(Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April 1930 di
Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan
Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang
penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan
sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik
secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai
benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia.
• Awal Mula Berdirinya PSSI
PSSI didirikan oleh seorang insinyur
sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah
Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air
pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah
perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di Yogyakarta.
Disana ia merupakan satu – satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran
petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa
nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari “Sizten en
Lausada” ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda
yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk
mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda
Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai
wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan
menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita – citanya
itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh – tokoh
sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak
pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya
pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri –
ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya,
dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan
kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di
kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti
Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan
lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir
seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930,
berkumpullah wakil – wakil dari VIJ (Sjamsoedin – mahasiswa RHS); wakil
Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola
Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo;
Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond
(MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan
(saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM)
Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan
tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama
PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola
Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk
segera menyusun program yang pada dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang
diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program”
yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa
yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan
kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke
kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada tahun
1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang
digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan
semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau tempat – tempat dan
di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X
kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi
terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu
diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan
persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula
pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin
kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport
Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938)
di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI
yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi
NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan
PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria “Winner Sport Club
“ pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East
Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya
bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain
pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau
menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu
sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama
yang disebut “Gentelemen's Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI)
dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin
juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda).
Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian
dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI
sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 –
1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
Masuknya balatentara Jepang ke
Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan
PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang,
kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom
kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
• Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola
nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan
Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan
organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan
masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari
sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik,
menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang
menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang
yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas
itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan
organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal.
Padahal di era sebelum tahun 70-an,
banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja
era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era
Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang
ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya.
Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
• Divisi utama yang diikuti
oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi satu yang diikuti
oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi dua yang diikuti oleh
klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi tiga yang diikuti
oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
• Kelompok umur yang diikuti
oleh klub sepakbola dengan pemain:
• Sepakbola Wanita
• Futsal.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar